Selasa, 12 Juni 2018

PEPERA,Luka Yang Tak Kunjung Disembuhkan.



"JAWABAN ATAS BUKU KENANG-KENANGAN BAHAGIA"

Pelaksanaan PEPERA 1969,ibarat luka yang tak kunjung sembuh sampai hari ini. Mengapa hasil akhir PEPERA tidak diterima "dihati rakyat papua"?    Mengapa melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang menghasilkan resolusi PBB 2504 yang dalam perlaksanaannya hanya melibatkan 1025 orang Papua dari perkiraan populasi hak memilih saat itu 800.000 jiwa orang Papua ?
Berikut ini adalah catatan sejarah PEPERA 1969 yang di himpun dari berbagai sumber sebagai jawaban atas buku "KENANG-KENANGAN BAHAGIA" yang isinya tentang perjalanan 41 orang "pilihan" dari 8 kabupaten (Tidak termasuk Yapen-Waropen) dalam menyampaikan Pernyataan kebulatan Tekad ke pada Presiden RI Soeharto pada tanggal 18 Agustus 1968 di Istana Negara Jakarta. Walaupun Informasi dari Papuaweb :http://papuaweb.org/goi/uu-dll/uu1969-12.html,tentang  :PEMBENTUKAN PROPINSI OTONOM IRIAN BARAT DAN KABUPATEN-KABUPATEN OTONOM DI PROPINSI IRIAN BARAT,Nomor: 12 TAHUN 1969 (12/1969),Tanggal: 10 SEPTEMBER 1969 (JAKARTA) ada SEMBILAN (9) kabupaten tetapi pada tahun 1968 perwakilan dari Kabupaten Yapen-Waropen saat itu tidak ikut dalam "41 orang pilihan" tersebut. Ada apa dengan "orang-orang Yapen dan Waropen?"
Berikut beberapa catatan hasil PEPERA dari dua sumber sebagai berikut:

Catatan dari sumber pertama menulis demikian :
  1. Papua berintegrasi penuh dengan Indonesia pada tahun 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang menghasilkan resolusi PBB 2504. Dalam perlaksanaannya hanya melibatkan 1025 orang Papua dari perkiraan populasi hak memilih saat itu 800.000 jiwa orang Papua. Sehingga resolusi ini haya sebagai catatan perjanjian, bukan pengesahan dari PBB. Pada sidang umum PBB tahu 1969 hasil PEPERA masih dipandang bermasalah sehingga resolusi 2504 ini pun tidak pernah disahkan. Voting yang dilakukan waktu itu bukanlah pengesahan hasil Act of Free Choise (AFC) atau Pepera, tetapi voting untuk draft resolusinya. Dari hasil voting itu 84 negara menyetujui konsep resolusi, 30 negara abstain, dan tidak satu pun negara yang tidak menyetujuinya.
  2. Pada sidang tanggal 13 November dan Sidang sesi pagi 19 November 1969 ketika membahas pelaksanaan ACF atau PEPERA berdasarkan laporan sekjen PBB tidak diambil keputusan politik tentang status politik Papua Barat. Banyak delegasi menolak pelaksanaan AFC ala Indonesia sehingga hasilnya pun di tolak. Karena itu tidak ada ratifikasi atau pengesahan hasil AFC atau PEPERA.
  3. PBB hanya mencatat resolusi tersebut dalam buku agenda PBB dengan nomor resolusi 2504 (XXIV) namun naskah resolusi tidak diratifikasi/ditandatangi oleh negara-negara anggota PBB. Tentu saja, hal itu terjadi karena dalam sidang tersebut terjadi perlawanan sengit dari beberapa negara anggota PBB terkait pelaksanaan Pepera di Papua. Selain itu juga, laporan hasil pengamatan PEPERA dari perwakilan PBB yang saat itu berada di Papua, Dr.Ortiz Sanz yang secara nyata mengatakan kekecewaannya dalam laporan yang disampaikan.
  4. Keterlibatan militer saat PEPERA berlangsung di Papua Berdasarkan surat telegram resmi Kol.Infan.Soepormo,Komando Daerah Militer XVII Tjenderawasih nomor:TR-20/Ps/PSAD/196,tertanggal 20-2-1967, dan juga dari Radio gram MEN/PANGAD No.:TR-228/1969 TBT tertanggal 7-2-1969: memperingatkan segala aktivitas dimasing-masing bidang dengan mempergunakan semua kekuatan material dan personil yang organik maupun yang B/P-kan baik dari angkatan darat maupun lainya. Berpegang teguh pada pedoman. Referendum di IRBA (Irian Barat) tahun 1969 harus dimenangkan, harus dimenangkan. Bahan–bahan strategis vital yang ada harus diamankan. Memperkecil kekalahan pasukan kita dengan mengurangi pos-pos yang statis. Surat ini sebagai perintah OPS untuk dilaksanakan. Masing-masing koordinasi sebaik-baiknya. Pangdam 17/PANG OPSADAR. 
  5. Surat rahasia Komando Militer Wilayah XVII Tjendrawasih,Kolonel Infanteri Soemartono-NRP.16176,Kepada Komando Militer Resort-172 Merauke tanggal 8 Mei 1969,Nomor:R-24/1969 Status surat rahasia,Perihal Pengamanan PEPERA di Merauke. Isinya dapat diringkas menjadi“Kami harus yakin untuk kemenangan ini, melaksanakan dengan dua metode biasa dan tidak biasa oleh karena itu saya percaya sebagai ketua Dewan Musyawarah Daerah dan MUSPIDA akan menyatukan pemahaman dengan tujuan kita untuk menggabungkan Papua dengan Republik Indonesia [1]
  6. Penyesalan Perwakilan PBB, Dr.Fernando Ortiz Sanz  dalam Laporannya. Dalam raporan resminya pada sidang Umum PBB tahun 1969 menyatakan “Mayoritas orang Papua Menunjukan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan Negara Papua Merdeka” Penyesalan-penyesalan Ortiz Sanz ini pernah dibahas dalam artikel ini: Memahami Kesalahan Di Masa Lalu dan Akar Persoalan Di Tanah Papua.
  7. Protes Negara-negara anggota PBB dalam sidang umum PBB tahun 1969 Dalam arsip resmi di kantor PBB New York Amerika Serikat 156 dari 179 pernyataan masih tersimpan,sampai pada tanggal 30 April 1969. Dari jumlah ini, 95 pernyataan anti Indonesia, 59 pernyataan pro Indonesia dan 2 pernyataan Netral. 
  8. Berdasarkan laporan dan keberatan-keberatan yang disampaikan Dr.Ortizan dalam sidang Umum PBB. Duta besar Pemerintah Gabon, Mr.Davin mengkritik sebagai berikut “Setelah kami mempelajari laporan ini ,utusan pemerintah Gabon menemukan kebingungan yang luar biasa, itu sangat sulit bagi kami menyatakan pendapat tentang metode dan prosedur yang dipakai untuk musyawara rakyat Irina Barat. Kami dibingungkan luar biasa dengan keberatan–keberatan yang dirumuskan oleh Dr.Ortiz Sanz dengan kata-kata terakhir pada penutup laporannya. Kami harus menyatakan kejutan kami dan permintaan penjelasan tentang sejumlah bukti–bukti yang disampaikan dalam laporan perwakilan sekretaris Jenderal:


Apa Penyesalan Ortiz Sanz atan pelaksanaan PEPERA?
Sumber kedua menuliskan sebagai berikut :

  1. Dr. Fernando Ortiz Sanz, menyampaikan bahwa : “saya dengan menyesal harus menyatakan keberatan-keberatan saya tentang pelaksanaan Pasal XXII (22) perjanjian New York, yang berhubungan dengan hak-hak termasuk hak-hak kebebasan  berbicara, kebebasan bergerak, kebebasan berkumpul, penduduk asli” (dokumen PBB, Annex I, A/7723, Paragraph 251, hal.70). Kutipan aslinya: “I regret to have to express my reservation regarding the implementation of article XXII of the New York Agreement, relating to “the rights, including the rights of free speech, freedom of movement and assembly, of the inhabitants of the area”. In spite of my constant efforts, this important provision was not fully implemented and the Administration exercised at all times a tight political control over the population” (UN doc. A/7723, annex I, paragraph 251, p.70
  2. Pemerintah Indonesia telah menentang PBB dengan tidak melaksanakannya Perjanjian New York Pasal XXI (22). Penentangan itu terbukti dengan Surat Keputusan resmi Presiden Republik Indonesia, Ir. Sukarno bernomor: 8/Mei/1963 yang menyatakan:  “Melarang/ menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat umum, pertemuan umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman- pengumuman, penyebaran, perdagangan atau artikel, pameran umum, gambaran-gambaran atau foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Presiden” (SK, No. 8, Mei 1963). 
  3. Dr. Fernando Ortiz Sanz dalam laporannya kepada Sidang Umum PBB menyatakan pula tentang kekecewaannya. Karena pemerintah Indonesia tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian New York Pasal XVI (16) di Papua Barat.“Saya harus menyatakan pada awal laporan ini bahwa, ketika saya tiba di Papua pada bulan Agustus 1968, saya diperhadapkan dengan masalah tentang tidak dilaksanakan dengan ketentuan-ketentuan Pasal XVI (16) Perjanjian New York. Walaupun, ahli PBB yang harus berada di Papua pada saat peralihan tanggungjawab administrasi sepenuhnya kepada Indonesia telah dikurangi, mereka tidak pernah mengetahui secara baik keadaan-keadaan dalam melaksanakan tugas-tugas mereka. Akibatnya, fungsi-fungsi dasar mereka untuk menasihati, membatu dalam persiapan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan tentang penentuan nasib sendiri tidak didukung selama masa bulan Mei 1963 s/d 23 Agustus 1969 …” (paragraph 23, hal. 12). Kutipan aslinya: “I must state at the outset of this report that, when I arrived in the territory in August 1968, I was faced with the problem of non-compliance with the provisions of article XVI of the Agreement. Though the United Nations experts who were to have remained in the territory at the time of the transfer of full administrative responsibility to Indonesia had been designated, they had never, owing to well known circumstances, taken up their duties. Consequently, their essential functions of advising on and assisting in preparation for carrying out the provisions for self-determinations had not been performed during the period May 1963 to 23 August 1969 …”(paragraph 23, p. 12).
  4. “Pernyataan-pernyataan (petisi-petisi) tentang pencaplokan Indonesia, peristiwa-peristiwa ketegangan di Manokwari, Enarotali, dan Waghete, perjuangan-perjuangan rakyat bagian pedalaman yang dikuasai oleh pemerintah Australia, dan keberadaan tahanan politik, lebih daripada 300 orang yang dibebaskan atas permintaan saya, menunjukkan bahwa tanpa ragu-ragu unsur-unsur penduduk Irian Barat memegang teguh berkeinginan merdeka. Namun demikian, jawaban yang diberikan oleh dewan musyawarah atas pertanyaan yang disampaikan kepada mereka sepakat tinggal dengan Indonesia”( paragraph 250, hal. 70).Kutipan aslinya: “The petitions opposing annexation to Indonesia, the cases of unrest in Manokwari, Enarotali, and Waghete, the flights of number of people to the part of the island that is administrated by Australia, and the existence of political detainees, more than 300 of the population of West Irian held firm conviction in favour of independence. Nevertheless, the answer given by the consultative assemblies to the questions put to them was a unanimous consensus in favour of remaining with Indonesia” ( paragraph 250, hal. 70).
  5. “… Pada beberapa kesempatan, saya mendekati pemerintah Indonesia yang berkuasa pada saat itu untuk tujuan melaksanakan ketentuan-ketentuan pasal XVI (16), tetapi gagal mendapat jawaban yang menyenangkan. Pada tanggal 7 Januari 1965, sebagaimana diketahui, Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB, dan oleh karena itu tidak memungkinkan untuk mengutus ahli PBB ke West New Guinea (Irian Barat)” (paragraph 7, hal. 3).Kutipan aslinya: “… on several occasion, I approached the Government which was in power in Indonesia at the time for purpose of implementing the provisions of article XVI, but failed to obtain a favourable reply. On 7 January 1965, as is well known, Indonesia withdrew its co-operation with the United Nations and it therefore became impossible to send the United Nations experts West New Guinea (West Irian)” (paragraph 7, p. 3).
  6. “Pelaksanaan bagian kedua Perjanjian New York sangat berbahaya selama ketidakpastian waktu tidak hanya dengan penarikan diri sementara dari PBB tetapi juga dengan ketidakhadiran sebagaimana telah disebutkan dalam paragraph 14 di atas, ahli PBB yang harus berada di Papua sesuai dengan Pasal XVI (16 ) Perjanjian New York” ( paragraph 23, hal. 12).Kutipan aslinya: “The implementation of the second part of the Agreement was jeopardised during the certain period of time not only by the temporary withdrawal of Indonesia from the United Nations but also by the absence, as already mentioned in paragraph 14 above, of the United Nations experts who have to have remained in the territory in accordance with article XVI the Agreement” (paragraph 23, p. 12).
  7. “Saya memegang pekerjaan saya di Markas PBB di New York ditempatkannya kantor sekretariat dan personil. Walaupun keinginan dan kesediaan saya untuk berangkat ke Papua secepatnya sesudah jabatan saya, keberangkatan saya ditunda sampai 7 Agustus 1978 atas permintaan resmi dari pemerintah Indonesia” (paragraph 27, hal. 13). Kutipan aslinya: “I commenced my work at United Nations Headquarters in New York, were the Secretariat placed offices and personel at my disposal. Despite my willingness and readiness to travel to territory immediately after my appointment, my departure was postponed until 7 August 1968 at the official request of the Indonesian Government” ( paragraph 27, p. 13).
  8. “Saya menerima reaksi tidak resmi atas nasihat saya berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk dewan-dewan perwakilan dan metode yang memungkinkan untuk pelaksanaan pemilihan bebas sampai suatu pertemuan diadakan menteri luar negeri tanggal 10 Februari 1969, ketika pemerintah Indonesia menginformasikan kepada saya bahwa proposal metode diajukan untuk dewan-dewan perwakilan dalam konsultasi-konsultasi untuk diadakan selama bulan Maret 1969” (paragraph 83, hal. 29).Kutipan aslinya: “I received no official reactions to my suggestions concerning the questions to submitted to the representative councils and possible method for the act of free choice until a meeting held at the Ministry of Foreign Affairs on 10 February 1968, when the Government informed me of the method it proposed to submit to the representative councils in consultations to be held during the month of March 1969” (paragraph 83, p.29).
  9. “Ini berarti bahwa pemerintah Indonesia masih bermaksud melengkapi metode musyawarah untuk keputusan melalui perwakilan rakyat tetapi berlawanan dengan ide yang disampaikan pada 1 Oktober (lihat paragraph 8), itu direncanakan untuk melaksanakan pemilihan bebas tidak melalui satu badan 200 perwakilan, tetapi sebagai akibatnya melalui delapan wakil (perawakilan) terdiri dari 1.025 perwakilan” (paragraph 85, hal.30).Kupitan aslinya: “This meant that the Government still intended to apply the consultation (musyawarah) method of decision through representative of the people but, in contradiction to the ideas expressed on 1 October (see paragraph 81), it planned to carry out the act of free choice not through no body of 200 representatives but consecutively through eight consultative assemblies, comprising some 1.025 representatives” (paragraph 85, p. 30). 
  10. Perwakilan PBB ini juga, melaporkan bahwa dia menerima keinginan dan pandangan orang Papua disampaikan dengan berbagai bentuk kepada Ortiz Sanz sebagai perwakilan PBB. “Pandangan dan keinginan rakyat dinyatakan melalui berbagai saluran. Pernyataan-pernyataan dan komunikasi lain disampaikan kepada saya secara tertulis atau lisan, demostarasi-demostrasi damai, dan beberapa terwujud pada ketidakpuasan rakyat, termasuk peristiwa-peristiwa sepanjang perbatasan antara Irian Barat dan wilayah Papua dan New Guinea yang dikuasai oleh Australia” (Paragraph 138, hal. 45).Kutipan aslinya: “The views and wishes of the people were gragually expressed through various channels: petitions and other communications submitted to me in writing or orally, peaceful demonstrations, and in some cases manifestation of public unrest, including incidents along the border between West Irian and Territory of Papua and New Guinea administrated by Australia” (paragraph 138, p. 45). 
  11. Dr. Fernando Ortiz Sanz melaporkan kepada Sidang Umum PBB bahwa selama dia berada di Papua telah menerima 179 pernyataan dari orang Papua. Simaklah kutipan di bawah ini: “Selama waktu misi saya berada di Papua, saya menerima sejumlah 179 pernyataan dari orang Irian Barat, politisi, sipil, dan kelompok mahasiswa, bahkan dari orang Irian Barat yang berada di luar negeri” (Paragrap 140, 46). Kutipan aslinya: “During the time my mission was in territory, I received a total of 179 petitions from West Irianese persons and political, civil, and student groups, as well as from Irianes residing abroad” (paragraph 140, p. 46). 
  12. “Mayoritas menunjukkan berkeinginan untuk berpisah dengan Indonesia dan mendukung pikiran mendirikan negara Papua Merdeka. Rakyat Papua sering menyatakan kritik tentang administrasi Indonesia, mengadu kurangnya jaminan atas hak-hak dasar dan kemerdekaan, termasuk kebebasan untuk mengatur partai politik oposisi, permintaan pembebasan tahanan politik dan partisipasi dalam pelaksanaan pemilihan bebas seluruh orang Irian Barat, termasuk yang tinggal di luar negeri, pengaduan resolusi-resolusi dan pernyataan-pernyataan keinginan Indonesia sebagai kegagalan dan ditanda tangani oleh rakyat di bawa tekanan dari pemerintah resmi Indonesia; meminta untuk persyaratan sistem “satu orang satu suara= one man one vote” dalam pelaksanaan pemilihan bebas dan dipilih oleh dewan perwakilan rakyat, dan dinyatakan pandangan bahwa kelompok oposisi (lawan) hendaknya diberikan perwakilan dalam dewan-dewan” ( paragrap 143, hal. 47). Kutipan aslinya:“… The majority indicated the desire to sever ties with Indonesia and support the idea of the establishment of a Free Papua State. The petitioners often expressed criticism of the Indonesian administration; complained against acts of repression by the Indonesian armed forces; denounced the lacf of guarantees for basic rights and freedoms, including the freedom to orginise opposition political parties; requested the release of political prisoners and participation in the act of free choice of all Irianese, including those residing abroad; denounced resolutions and statements in favour of Indonesia as false and signed by people under pressure from Indonesian officials; asked for the application of the “one man, one vote” system in the act of free choice and in the election by the people of the representatives to the councils, and expressed the view that opposition groups should be given representation in the councils” (paragraph 143, p. 47).
  13.  “Pemimpin-pemimpin penentang meminta penarikan pasukan-pasukan Indonesia dari Paniai dengan menjelaskan bahwa rakyat berkeinginan untuk melaksanakan hak pemilihan bebas tanpa tekanan. Sebuah pesawat pemerintah membawa dukungan 16 tentara, dan pada tanggal 30 April tembakan dimulai antara pasukan-pasukan Indonesia dan penentang dibantu oleh pembelot dari anggota tentara dan polisi” (paragrap 160, hal. 51). Kutipan aslinya: “The leaders of the insurgents requested the withdrawal of Indonesian troops from Paniai with the explanation that the people wanted to exercise the right of free choice without pressure. A government plane brought reinforcements of sixteen soldiers, and on 30 April shooting started between the Indonesian troops and the insurgents aided by the armed police deserters” (paragraph 160, p. 51).
  14.  Fernando melaporkan pula bahwa pelarian orang-orang Papua ke Papua New Guinea adalah karena ketidakpuasan terhadap pelaksanaan penentuan pendapat yang tidak demokratis, tidak jujur dan penuh intimidasi dan teror oleh kekuatan militer Indonesia.“Namun demikian, keadaan yang sulit daerah lintas batas selama misi saya di Irian Barat menunjukkan keputusan politik pasti tidak memuaskan bagian dari beberapa orang penduduk asli” (paragrap 172, hal. 54).Kutipan aslinya: “Nevertheless, the recurrence of border crossing during my mission in West Irian seems to show a certain degree of political dissatisfaction on the part of some of the inhabitants” (paragraph 172, p. 54).
  15.  “Walupun secara jujur hasil negatif dicapai pada saat itu, saya melanjutkan usaha saya supaya Pasal XXII (22) Perjanjian New York patut dilaksanakan pada pertemuan menteri luar negeri pada 24 Mei, saya berkata bahwa masalah pelaksanaan penuh Pasal XXII (22) Perjanjian New York, berhubungan dan hak-hak kebebasan dibicarakan pada saat itu, tidak ada usaha nyata untuk diterima. Saya menyarankan bahwa pemerintah Indonesia hendaknya mengijinkan lawan politik berkesempatan untuk menyatakan pandangan mereka, sejak itu waktu yang tepat untuk diterima” (paragrap 180, hal. 56). Kutipan aslinya: “Notwithstanding the fairly negative result achived up to that time, I continued my effort to have article XXII properly implemented. At a meeting at the Ministry of Foreign Affairs on 24 May, I said that the problem of the full implementation of article XXII concerning rights and freedoms had to be dealt with because, up to that time, no concrete measures had been adopted.I suggested that the Indonesian government should allow the opposition the opportunity to express its views, since that was the moment to adopt courageous and generous measures” (paragraph 180, p. 56).   
Sumber:http://ampbandungjabar.blogspot.com/2014/03/sejarah-pepera-utusan-pbb-kecewa-atas.html

Catatan Penutup :
Sejarah PEPERA 1969 tidak bisa dirubah,kecuali orang melupakannya. Luka Orang Papua semakin memborok ketika beberapa daerah dijadikan DOM,dan operasi-operasi Militer telah membunuh ribuan orang Papua,penangkapan,pemenjaraan menjadikan luka orang Papua sulit disembuhkan. Karena itu saya berkesimpulan bahwa "Keinginan untuk Merdeka" bertumbuh dan berakar didalam budaya orang Papua. Mengapa? Karena itulah "Pengharapan" dimasa kini dan masa akan datang.

Jumat, 08 Juni 2018

PESAN-PESAN PRESIDEN SOEHARTO 1968


PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PESAN-PESAN KEPADA PARA KEPALA SUKU/KEPALA ADAT 
DARI DAERAH PROPINSI IRIAN BARAT
Pada Tanggal 18 Agustus 1968,di Istana Merdeka

Saudara-saudara Kepala Suku/kepala Adat dari Daerah Irian Barat;
Saudara-saudara sekalian ;

    Pertama-tama saya menyampaikan selamat datang di Ibu Kota kepada Saudara-saudara Kepala Suku/Kepala Adat dari Daerah Propinsi Irian Barat,walaupun saudara-saudara telah beberapa hari berada di Jakarta.
    Saat-saat ini,kita masih dalam suasana merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan kita yang ke-23. Kemerdekaan kita yang meliputi seluruh wilayah Tanah Air mulai dari Sabang sebelah barat sampai Mereuke disebelah timur,merupakan suatu hasil perjuangan yang sangat  lama dan kita semua telah memberikan perngorbanan-pengorbanan yang besar.
    Kemerdekaan itu kita perjuangkan,sebab dahulu kita berada dibawah penindasan bangsa asing. Dengan kemerdekaan itu,berarti kita mempunyai pemerintahan sendiri,berarti kita dapat melaksanakan cita-cita kita sendiri.
   Untuk memajukan kehidupan kita,maka kita tidak mungkin bertindak sendiri-sendiri,tidak mungkin suatu suku bekerja sendiri,juga tidak mungkin suatu Daerah bekerja sendiri;melainkan harus bekerja bersama secara gotong-royong antara semua suku,semua Daerah,seluruh rakyat dibawah pimpinan satu pemerintahan pusat;yaitu Pemerintah Republik Indonesia.
    Hanya karena masih adanya kekuatan asing,maka daerah Irian Barat agak lama terpisah dari wilayah kesatuan Negara Republik Indonesia. Walaupun agak lama terpisah akan tetapi persatuan jiwa dan persatuan semangat mempertahankan wilayah kesatuan Bangsa,kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah jelas ditunjukkan oleh rakyat Daerah Irian Barat sendiri. Semenjak Daerah Irian Barat berhasil kita masukkan kembali kedalam lingkungan NKRI ratusan pernyataan telah dikeluarkan oleh berbagai lapisan masyarakat yang mewakili seluruh rakyat Daerah Irian Barat yang selalu menegaskan,bahwa mereka adalah bagian dari kesatuan bangsa Indonesia,bahwa rakyat Irian Barat tidak mau dipisahkan dari Indonesia kapanpun dan oleh siapapun juga.
    Pernyataan dan kebulatan tekad Rakyat Daerah Irian Barat itu adalah merupakan bukti,bahwa semangat Proklamasi masih tetap sesudah Proklamasi Kemerdekaan kita,didaerah Irian Barat-pun telah berkibar Sang Merah Putih.

Saudara-saudara para Kepala suku/Kepala adat,
    
    Pernyataan kebulatan tekat Rakyat Irian Barat itu adalah merupakan begian dari pada kebulatan tekad seluruh rakyat Indonesia lainnya yang sekarangberjumlah 115 juta jiwa. Seluruh rakyat Indonesia akan tetap mempertahankan kesatuan Bangsa dan keutuhan wilayahnya;seluruh rakyat Indonesia akan mempertahankan setiap jengkal Daerah,termasuk daerah Propinsi Irian Barat.Oleh karena itu dalam menghadapi masalah masalah khusus di daerah irian Barat,yang juga merupakan masalah nasional,saudara-saudara tidak perlu ragu-ragu tau merasa berdiri sendiri.
    Dalam tahun depan,Daerah irian Barat memang akan menghadapi masalah pelaksanaan tingkat akhir dari persetujuan New York tahun 1962. Sebelum akhir tahun 1969 Rakyat Irian Barat diberi kesempatan untuk secara resmi menyatakan pendiriannya,seperti pernyataan-pernyataan yang selama ini telah berulang kali saudara-saudara tegaskan dlam berbagai kesempatan ialah bahwa saudara-saudara dari Irian Barat akan tetap berada dalam lingkungan NKRI dan ridak mau dibawah kekuasaan atau pengawasan Negara atau Bada lain.
    Pemerintah berkeyakinan,dan seluruh Rakyat Indonesia yakin,bahwa apa yang saudara-saudara lakukan nanti dalam tahun 1969,adalah sekedar memenuhi secara formil dari persetujuan New York tersebut.

    Yang dimaksud dengan secara resmi atau secara formil itu adalah,bahwa pernyataan Rakyat Irian Barat itu akan dilakukan melalui cara-cara dan pada waktu yang sesuai dengan jiwa dari ketentuan-ketentuan persetujuan New York itu. Dalam rangka inilah,maka dewasa ini telah berada di Indonesia utusan Sekjen PBB,Tuan Ortiz Sanz,yang akan menyaksikan atas nama PBB pelaksanaan secara resmi Persetujuan New York tersebut.
    Saudara-saudara sekalian;
    Selama daerah Irian Barat masuk kembali ke dalam lingkungan kekuasaan Negara Kesatuan kita,maka Pemerintah telah berusaha untuk memajukan Daerah itu,terutama dibidang pendidikan dan sosial. Kemajuan-kemajuan seperti yang saudara-saudara rasakan sebenarnya telah banyak.
    Akan tetapi Pemerintah bertekad untuk mengadakan kemajuan-kemajuan yang harus dicapai di Irian Barat,bukan saja akan diusahakan oleh Pemerintah sendiri,melainkan juga dibantu oleh rakyat-rakyat dari daerah Indonesia lainnya,dan juga terutama harus dibantu oleh Rakyat irian Barat sendiri.
    Dalam menggerakkan rakyat untuk membangun,maka peranan saudara kepala suku/kepala adat adalah sangat besar;oleh karena saudara-saudara sekalian disegani dan dipatuhi oleh rakyat anggota-anggota warga saudara. Brilah pengertian dan bimbingan kepada mereka itu,agar supaya mereka dapat berbuat yang paling tepat untuk kepentingan mereka sendiri,untuk kepentingan Irian Barat dan terlebih-lebih untuk kepentingan seluruh bangsa,negara dan tanah air Indonesia. Bimbinglag rakyat saudara,ajaklah mereka bekerja sesuai dengan rencana-rencana Pemerintah daerah,ajaklah mereka bersatu,binalah persatuan antara semua suku di irian Barat. Dengan berbuat semacam itu berarti saudara-saudara juga memperkuat persatuan seluruh bangsa Indonesia.
    Saudara-saudara Kepala suku/kepala adat.,
    Sebagai tanda kekeluargaan kita semuanya,saya akan menyerahkan beberapa tanda mata kepada saudara-saudara sekalian. Bendera merah putih yang akan saya serahkan hendaknya menjadi lambang pemersatu kita dan hendaknya saudara-saudara pertahankan sekuat tenaga. Gambar saya,hendaknya merupakan perkenalan saya dengan Rakyat di daerah saudara. Oleh karena sampai saat ini,sejak saya diangkat sebagai Mandataris/Kepala NKRI;saya belum sempat mengunjungi Irian Barat. Sedangkan Gong yang saya serahkan berrti permulaan daripada pekerjaan besar yang akan kita lakukan diwaktu-waktu yang akan datang,baik dalam bidang pembangunan maupun dalam mempertebal dan memperkokoh tekad kita untuk mempertahankan kesatuan bangsa dan negara RI secara bulat dari Sabang di ujung barat sampai Merauke di ujung Timur.
    Demikian pesan-pesan singkat saya kepada sudara-saudara sekalian.
    Selama saudara-saudara berkesempatan mengunjungi dan melihat-lihat bagian lain dari wilayah Indonesia ini,pergunakanlah kesempatan itu sebaik-baiknya untuk melihat,mendengat dan belajar apa saja yang kiranya dapat bermanfaat dalam memajukan Daerah saudara-saudara. Teruskan hal-hal yang dapat saudara peroleh selama kunjungan Saudara-saudara itu kepada masyarakat di daerah saudara-saudara
   Akhinya,melalui suadara-saudara Kepala Suku/Kepala Adat saya menyampaikan salam hangat dan persaudaraan saya bagi seluruh Rakyat di daerah saudara.

   Sekian dan terima kasih.


Jakarta,18 Agustus 1968

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SOEHARTO
JENDERAL T.N.I


Ctt: Ejaan disempurnakan sesuai waktu saat ini

PERNYATAAN 18 AGUSTUS 1968


PERNJATAAN
KEBULATAN TEKAD DARI KEPALA2 SUKU/ADAT/KAMPUNG
SELURUH PROPINSI IRIAN BARAT.


MENGINGAT    :
Bahwa Negara kesatuan Republik Indonesia jang diproklamirkan          pada    tanggal 17 Agustus 1945 adalah berwilajah kekuasaan dari     SABANG sampai MERAUKE  jang pada zaman pendjadjahan disebut Nederland Indie
MENIMBANG    :
Bahwa kami sebagi bagian bangsa Indonesia jang bertempat tinggal diwilajah      Irian Barat telah menentukan kehendak bebas kami jaitu Bangsa jang sudah merdeka jang  diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.


                                    MENJATAKAN :
          1. Bahwa kami rakjat Irbar hanja mengenal satu Negara Kesatuan R.I. jang berwilajahkan  kekuasaan dari SABANG sampai MERAUKE. Negara Kesatuan RI jang ber-UNDANG2 DASAR 1945 serta jang berdasarkan filsafah Negara RI PANTJASILA. Negara Kesatuan RI jang berbendera satu Bendera Merah Putih.
          2. Bahwa kami sebagai Bangsa Indonesia  jang bertempat tinggal di Irian Barat akan tetap setia dengan mempertahankan terus keutuhan Negara Kesatuan RI dan tidak menghendaki pemisahan daerah Irian Barat dan Wilajah Negara Jesatuan RI,hal mana sudah dinjatakan dengan berbagai deklarasi,pernjataan dan keputusan2 jang menolak.
          3. Sebagai Warga Negara RI berkewadjiban mengisi Kemerdekaan Negara kami dengan melaksanakan pembangunan diberbagai bidang untuk mentjapai tjita2 bangsa Indonesia jaitu : Masjarakat jang adil dan makmur.
          4. Kami mendukung penuh dan akan melaksanakan isi/amanat/Pidato Kenegaraan Presiden RI Bapak Djenderal Soeharto didepan Sidang paripurna D.P.R.G.R tanggal 16 Agustus jang lalu (1968).
          5. Demikian pernjataan hati nurani kami dan semoga Tuhan Jang Maha Esa akan menjertakan kita Bangsa Indonesia.

 Djakarta,18 Agustus 1968

A.n. KEPALA SUKU/ADAT/KAMPUNG SELURUH IRIAN 
BARAT,DARI 8 KABUPATEN :

                         1. Daerah Kab.Sukarnapura           5. Daerah Ka. Manokwari
                            (J.LODEWIJK MALLO)               (E.D.WATEBOSY)
                         2. Daerah Kad.Tel.Tjend.              6. Daerah Kab.Djajawdjaya
                            (CHARLES KAWER)                  (WENEULEH)
                        3. Daerah Kab.Sorong                   7. Daerah Kabupaten Merauke
                           (A KADIR WARFANDU)            (P.DUMATUBUN)
                       4. Daerah Kabupaten Paniai          8. Daerah kabupaten FAK-FAK
                          (L.MAKASSERY)                         (KASIM OMBAIR)

Pernjataan ini kami sampaikan kepada :
  1. Jth. Bapak PRESIDENRI.DJENDERAL SOEHARTO
  2. Jth. Bapak Ketua MPRS RI DJENDERAL NASUTION
  3. Jth.Bapak  Ketua DPRGR  H.A SAICHU
  4. Jth.Bapak  Menteri Dalam Negeri LETDJEN.BASOEKI RACHMAT
  5. Jth.Bapak  Menteri Luar Negeri ADAM MALIK
  6. Jth.Bapak  Bapak Gubernur PROP.IRBAR,FRANS KAISIEPO
  7. Jth.Bapak  MUSPIDA PROP.IRIAN BARAT
  8. Jth.Bapak Ketua DPRD-GR IRIAN BARAT
  9. Jth.Bapak Bupati2 PROP.IRIAN BARAT
Tembusan :
Jth.Wakil Sekdjen PBB (MR.FERNANDO ORTIZ SANZ).

(Sesui teks aslinya)
Apa pesan Predisen Suharto pada tanggal 18 Agustus 1968 kepada mereka yang manyatakan kebulatan Tekad atas nama Bangsa dan Rakyat Papua ?  Ikuti pada topik Pesan Presiden tahun 1968....




HUT RI KE 32 TAHUN 1968


41 ORANG PILIHAN YANG BERKUNJUNG 
KE JAKARTA TAHUN 1968

Dibawah Pimpinan Pengantar Rombongan Kepala Suku/Adat dan Kampung yang berkunjungan ke Jakarta selama 16 hari pada tahun 1968,yaitu satu tahun sebelum pelaksanaan PEPERA 1969 adalah seperti dibawah ini.

PENGANTAR ROMBONGAN:

  • SAUL OHEI : Kepala Dinas Penerangan Prop.Irian Barat (Ketua)
  • Drs.A.Soenarto : Kepala Kantor Sosial Kab.Paniai/Nabire (wkl.ketua)
  • Soekarno B.A : Kepala Pemerintah setempat Sorong (wkl.ketua)
  • Marthen Th.Marola : AIP II pada Kodam XXI Sukarnapura (anggota)
  • Titus Dansidan : Pegawai pada Biro Politik Prop.Irian Barat (Anggota)
  1. KABUPATEN SUKARNAPURA
    • JANTJE APASSERAY  - ONDOAFI DORMENA
    • J.LODEWYK MALLO     -  ONDOAFI SKOU MABO
    • JAKOBUS DONAY   - ONDOAFI DOSAI
    • PETRUS JANBANGSABRA  - ONDOAFI KWANTEMEY
    • PAULUS BANU  - ONDOAFI BENJEM DI GENYEM
  2. KABUPATEN TELUK TJENDERAWASIH
    • CHARLES KAWER  -Tokoh masyarakat Supiori
    • Th. BARANSANO    - Kepala Suku Nomfor
    • J.KENDI   : Kepala Suku Yapen
    • BERNADUS IMBIRI : Kepala Suku Waropen
    • J.KAFIAR  : Kepala Kampung Mangbos - Biak Utara
  3. KABUPATEN MANOKWARI :
    • KL.KAFIAR - Kepala Suku Biak di Manokwari
    • E.D.Wetebosy - Kepala suku Wamesa
    • S.MANSIM - Kepala suku Raimuti
    • A.RAMAR  -Kepala Suku Wandamen
    • J.Karubaba  - Kepala suku Serui di Manokwari
    • HENDRIK  SAYORI - Kepala Suku Ransiki
  4. KABUPATEN SORONG :
    • A.Kadir warfandu  - Wakil kepala suku Biak di Kep.Raja Ampat
    • Dade Mainuddin Majalebit - Wkl.Kep.Suku Moya-Moi Banlo Rj.Ampat
    • Marthen Asmuruf  - Wkl.Kep.Suku Asmuruf-Daerah KPS Ajamaru
    • Agus Salosa  - Kepala Suku Salosa - KPS Ajamaru
    • Orgamus Wally  - Kepala Suku Moi - Distrik Makbon
    • F.Kalasuat  - Kepala Suku Moi -KPS Sorong
  5. KABUPATEN FAK-FAK :
    • Kasim Ombair  - Raja Namatota
    • Adam Hegemur - Kapitan Nembukteb (Kokas)
    • Umar Namuda - Kepala Kampong
  6. KABUPATEN PANIAI :
    • L.Makasery - Kep.Kampung Goni,Daerah KPS Nabire
    • Takanik Makerkwa - Kepala Suku Daerah Ilaga (Dani)
    • J.Jeimo  - Kepala Suku Enaritali
    • Justus Daundi  - Djuru alih bahasa (Enarortali)
    • Vitarus Goo - Kepala suku Ekari
  7. KABUPATEN PENG.JAYAWIJAYA:
    • Abraham Iltai  - Juru alih bahasa (Wamena)
    • Tawaranoa  - Kepala suku Tiom
    • Weneuleh  - Kepala suku Wamena
    • B a j o k  - Kepala suku Bokondini
    • L u k a n  - Kepala suku Kurima
    • T e n o k  - Kepala suku Bokondini
  8. KABUPATEN MERAUKE : (Para Kepala Suku).
    • P.F. Sembor 
    • B.Komokapimu 
    • P.Dumatubun 
    • Johanis Tapro Ndiken
    • David Thomba Wamejob
"Orang-orang" pilihan inilah yang pada tanggal  18 Agustus 1968 menyerahkan SURAT PERNYATAAN KEBULATAN TEKAD kepada Presiden Suharto atas nama Rakyat dan seluruh masyarakat Adat di Irian Barat,setahun sebelum Pelaksanaan PEPERA Tahun 1969. . 
>>>> lihat Penyataan 

"KENANG-KENANGAN BAHAGIA"


ENAN BELAS HARI DI PULAU JAWA DAN BALI
MENJELANG PEPERA 1969
(13 Agustus s.d 31 Agustus 1968).

"Kenang-kenangan bahagia" adalah judul sebuah buku yang di susun oleh S.OHEI dengan bantuan T.Dansidan,Soekarno B.A dan Drs.A.Sunarto yang nantinya pada bulan Agustus 2018 usia buku setebal 41 halaman ini akan berusia 50 tahun. Buku yang diberi judul Kenang-kenangan bahagia dimaksudkan oleh Penulis sebagai kenang-kenangan bagi 41 orang Kepala Suku/ Adat/ Kampung dalam kunjungan 16 hari di Pulau Jawa dan Bali yang tidak akan mereka (41 utusan)melupakan perjalanan mereka. Bersama 41 ORANG kepala suku/adat dan kampung dari 8 kabupaten yang diantarkan Saul.Ohei,dkk adalah dalam menghadiri HUT RI ke 32 tanggal 17 Agustus 1968 di Istana Merdeka Jakarta. Tentu sekali bahwa perjalanan ini mengawali PEPERA Tahun 1969, yang sampai saat ini generasi muda Papua menganggap bahwa pelaksanaan Pepera tahun 1969 adalah cacat dan merupakan upaya Penjajahan Indonesia terhadap bangsa Papua yang sarat dengan manipulasi karena dalam prosesnya, pelaksanaan Pepera 1969 hanya diwakili oleh  1.025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan hak suaranya dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak suara. Inilah mengapa "Dialog Papua-Jakarta dalam Pelurusan Sejarah Integrasi" dianggap begitu penting untuk terus diperjuangkan. Dengan demikian maka kisah perjalanan ke 41 Orang perwakilan dari 8 Kabupaten di Provinsi Irian Barat dapat memberikan sedikit gambaran apa sebenarnya yang terjadi.
Berikut kisah perjalananmereka dalam catatan buku tersebut berikut ini.

Kisah perjalanan ke-41 orang "pilihan" dari 8 Kabupaten selama 16 hari di Pulau Jawa dan Bali menjelang PEPERA athun 1969 terbagi dalam 3  kunjungan dan pertemuan sebagai berikut:
1. Kunjungan untuk mengikuti Upacara HUT RI ke 32 pada tanggal 17 Agustus 1968.
2. Kunjungan untuk menghadap pada Pemimpin Pemerintah Pusat di Jakarta.
3.Peninjauan Proyek-proyek di pulau Jawa dan bali.


Berikut ringkasan hal-hal yang terjadi dalam kunjungan tersebut pada halaman 8 s.d 14 sebagai berikut :

1. Menghadiri HUT RI ke-32 tanggal 17 Agustus 1968.
  • Pada tanggal 16 Agustus 1968,rombongan menghadiri Sidang Paripurna DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) di Senayan,untuk mendengarkan Pidato Presiden RI Suharto.Selama 3 Jam mendengarkan Pidato Presiden mereka diberikan tempat khusus di Sidang Paripurna tersebut.
  • Pada tanggal 17 Agustus 1968,rombongan mendapat kehormatan dan disiapkan tempat duduk didepan istana Merdeka dalam menghadiri upacara tersebut.
  • Pada tanggal 18 Agustus 1968,rombongan menghadiri Appel Besar Gerakan Pramuka pada pukul 16.00 Wib. Tiga jam kemudian tepatnya pada pukul 19.00 seluruh rombongan bertemu dengan Presiden Suharto di Istana Negara. Beberapa hal yang dilaksanakan dalam pertemuan ini adalah:
    • Mendengarkan Amanat Presiden.
    • Presiden Menyerahkan bendera Merah Putih dan Gambar Presiden RI (Suharto),dengan kata-kata bahwa bendera melambangkan bangsa dan negara RI dan gambar Suharto/Presiden melambangkan kesatuan Pemerintahan.
    • Juga memberikan Gong kepada masing-masing Kepala suku/Adat/Kampung dalam rombongan tersebut,sebagai tanda dimulainya pekerjaan besar diwaktu yang akan datang.
  • Pertemua di Istana Negara dengan Presiden Suharto berakhir pada pukul 22.30 Wib. Dan sebelum seluruh rombongan ini kembali di penginapan wisma Utama dan wisma Hasta di Senayan,rombongan menyampaikan Pernyataan kebulatan tekad yang ditanda tangani oleh wakil-wakil dari 8 kabupaten  propinsi Irian Barat kepada Presiden,yang ketika itu dibacakan oleh Kl.Kafiar dari Manokwari. Bersamaan dengan itu Kepala Suku Abraham Itlai dari Jayawijaya/wamena menyerahkan Kapak Batu dan Busur lengkap dengan seikat anak panah. (Isi pernyataan rombongan akan disampaikan secara tersendiri).
2. Menghadap Para Pemimpin Pemerintahan di Jakarta 
    Tidak disebutkan Pemimpin pemerintahan siapa yang mereka kunjungi atau      bertemu,tatepi beberapa hal yang terjadi dalam  pertemuan itu adalah              sebagai berikut :
  • Mengharapkan Pembangunan yang cepat dilaksanakan di Irian Barat.
  • Para Pemipin Pemerintahan menjelaskan tentang makna Bhineka Tunggal Ika.
  • Pelaksanaan Pepera bukan berarti Irian Barat di Pisahkan dari Republik Indonesia,tetapi Pepera dilakukan karena Indonesia ingin memenuhi kewajiban Internasional yaitu Perjanjian New-York. Dikatakan bahawa Indonesia sendiri yang laksanakan Pepera,dan Belanda tidak boleh ikut campur sedangkan PBB hanya penasihat saja.
  • Diakhir Pertemuan itu,terutama dengan Menteri Dalam Negeri masing-masing rombongan diberikan Radio dan sebuah tas berisi alat-alat pertukangan.
3. Peninjauan Proyek-proyek di Jawa dan Bali.
  • Mengunjungi pabrik Tanggerang/Jawa.
    • Mengunjungi pabrik topi dan masing-masing diberikan topi.
    • Mengunjunghi pabrik batu-bata,genteng,karton/kardus.
    • Mengunjungi cara bertanam padi sawah sampai menjadi beras.
  • Mungunjungi Bali.
    • Melihat kampung dan persawahan di Bali.
    • Dengan melihat banyaknya penduduk rombongan menyatakan bahwa kalau banyak penduduk dapat memajukan daerah/kampung.
    • Dengan kunjungan ini maka Rombongan mengharapkan Transmigrasi,terutama wakil-wakil dari Sukarnapura/Jayapura,Manokwari,Sorong,Fak-fak,Merauke dan Nabire.
Catatan akhir perjalanan di Biak:
Dari kesimpulan perjalanan yang dimuat dalam buku "Kenang-kenangan bahagia" disebutkan bahwa rombongan sempat mengajukan permohonan kepada Menteri Dalam Negeri dan Direktur Irian Barat agar perjalanan kembali dari Jakarta ke Irian Barat/papua di tunda karena masih ingan lama di Jakarta untuk mengunjungi proyek lain di Jakarta. Akhirnya rombongan 41 orang ini kebali dari Jakarta dan mendarat di Biak pada tanggal 31 Agustus 1968. Ketika itu mereka dijamu dikediaman Bupati Biak Bapak Soedjarwo Tjondronegoro SH,dan dalam ramah tamah itu mereka menyatakan bahwa :(sesuai kesimpulan buka)
  1. Mereka bertekad bulat bersatu dengan Republik Indonesia untuk selama-lamanya,sekalipun Pepera akan dilaksanakan juga tahun 1969 nanti.
  2. Mereka bertekad bulat mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945,yang berwilayah dari Merauke sampa Sabang.
  3. Pengalaman-pengalaman di Jakarta dan daerah-daerah lain selama peninjauan itu,akan diambil contoh untuk membangun daerah masing-masing.
  4. Sekembalinya di kampung masing-masing,mereka berjanji akan memberikan penerangan-penerangan kepada rakyatnya,yang selamana ini telah mendapat peneranga-penerangan salah dari orang-orang yang tdak bertanggung jawab.
 >>>>>>>>>>>>>>> bersambung
  1. Siapakah ke 41 orang wakil-wakil dari 8 Kabupaten yang ke Jakarta tahun 1968 setahun sebelum Pepera?
  2. Apa isi pernyataan sikap dari 41 orang tersebut?
  3. Apa isi pesan-pesan Presiden Suharto kepada ke 41 orang tersebut?
  4. Apa yang disampaikan oleh Panitia khusus mengenai persoalan Irian Barat?
Follow me AkuPapua:


QUO VADIS KERK DER HOPPEN

  GEREJA PENGHARAPAN DARI MANA DAN HENDAK KEMANA ? (Bagian dua-habis) Judul diatas adalah sebuah Pertanyaan dan bukanlah sebuah Pernyataan. ...